Kita harus mengatakan bahwa kondisi yang kita hadapi sudah darurat. Bagaimana ada pelajar yang berangkat ke sekolah bukan untuk menuntut ilmu, tetapi membentuk peer group dan kemudian menyakiti kelompok yang lain.
Pasti ada yang tidak benar ketika anak kita berangkat ke sekolah bukan membawa buku dan alat tulis, tetapi malah membawa celurit. Pelajar itu mempunyai tanggung jawab untuk memperluas wawasannya, bukan untuk memukuli apalagi membunuh rekannya sendiri.
Kita tidak menutup mata bahwa anak bisa saja nakal. Tetapi kenakalan yang sampai membahayakan nyawa orang lain, bukanlah kenakalan yang bisa kita tolelir. Itu kenakalan yang harus dihindarkan dan tidak boleh terjadi. Apalagi sampai puluhan orang yang tewas dalam perkelahian pelajar. Ini benar-benar situasi yang darurat.
Kita melihat bahwa ada dua masalah besar yang memerlukan perbaikan. Pertama adalah pada sistem pendidikannya. Kita harus berani mengakui bahwa sistem pendidikan yang diterapkan sekarang ini tidak berorientasi kepada pembentukan watak dan peradaban yang baik.
Oleh karena ini berkaitan dengan sistem pendidikan tentunya tidak hanya sekolah yang harus dimintai pertanggungjawaban. Para perumus kebijakan pendidikan baik pemerintah maupun DPR harus berani berkaca pada perumusan kebijakan yang sudah mereka gariskan.
Beberapa tokoh pendidikan, misalnya mengingatkan soal terlalu sempitnya orientasi pendidikan yang hanya bertumpu kepada nilai ujian. Pendidikan kita sekarang tidak menyentuh soal budi pekerti dari anak didik, sehingga mereka tidak bisa membedakan mana yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan, mana yang baik dan tidak baik untuk dikerjakan.
Peran dari orangtua tidak kalah penting untuk menjadi perhatian kita. Komunikasi antara guru dan orangtua menjadi kunci keberhasilan pendidikan. Orangtua tidak bisa menyerahkan semua proses pendidikan ke sekolah hanya karena merasa sudah membayar uang sekolah.
Hubungan anak dan orangtua merupakan sesuatu yang paling penting dalam pendidikan. Salah satu kunci keberhasilan pendidikan budi pekerti berada di dalam rumah. Orangtualah yang harus mengajarkan kesantunan kepada anak, orangtualah yang harus mengajarkan penghormatan kepada nilai-nilai kemanusiaan.
Untuk itulah masalah kedua yang harus kita benahi bersama adalah masalah sosial. Orientasi kebendaan yang begitu kuat pada masyarakat membuat kita kehilangan rasa kemanusiaan. Empati menjadi sesuatu yang begitu mahal harganya.
Nafsu untuk mengejar materi membuat orang sering gelap mata. Apalagi ketika sumber ekonomi sangat terbatas, membuat persaingan begitu tinggi. Tekanan itulah yang tanpa disadari membuat kita mudah untuk saling sikut.
Para tokoh masyarakat berulangkali mengingatkan agar kita melakukan reorientasi nilai. Kita jangan menjadi bangsa yang diperbudak oleh materi. Penghormatan kepada orang bukan diukur dari berapa banyak kekayaan yang dimiliki, tetapi seberapa banyak karya yang dihasilkan.
Terutama para pemimpin harus memberikan contoh. Mereka harus bisa menjadi teladan untuk tidak berlomba-lomba memperkaya diri. Pemimpin harus menunjukkan kerja keras dan peduli kepada rakyatnya.
Apabila pemimpin bisa mengayomi rakyatnya, maka pasti masyarakat tidak pernah merasa takut untuk hidup kekurangan. Ketika kehidupan rakyat tidak dikejar-kejar ketakutan, maka tekanan sosial yang mereka hadapi tidak harus sampai mengimpit kehidupan mereka.
Sekarang ini kehidupan masyarakat terasa begitu mengimpit. Apalagi ketika para pemimpin hanya mempertontonkan kemewahan hidup, tanpa peduli kepada mereka yang hidup di bawah. Rakyat merasa seperti kehilangan harapannya.
Perkelahian pelajar yang tidak pernah berhenti merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Percuma kita menjadi bangsa yang dikatakan memili
September 27, 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar